Home > kajian sabi' > Madkhol Fi Addakhil

Madkhol Fi Addakhil

بسم الله الرحمن الرحيم

 

 

Prolog

Al-Qur’an adalah sumber utama dan utama yang dijadikan rujukan dalam setiap aktifitas kehidupan kaum muslimin, oleh karena itu penafsiran al-Qur’an sangatlah urgen dimana setiap Mufassir harus hati-hati dalam menafsirkan ayat dalam al-Qur’an. Dalam hal ini ulama sangatlah teliti dalam mendalami ilmu tafsir terutama ketika mendapatkan masalah dalam takhrij hadits atau atsar sahabat dalam penafsiran al-Qur’an.

Dari sinilah lahir ilmu addakhil fi tafsir yang membahas banyak hal tentang hadits-hadits palsu dan isroiliyat dalam tafsir al-Qur’an, sebelum jauh membahas tentang addakhil penulis akan memberikan gambaran tentang al-ashil fi tafsir yang berlandaskan dalil-dalil sahih yang berkebalikan dengan arti addakhil fi tafsir.

Bab pertama: al-ashil

  1. A.                 Definisi

 

  1. Secara bahasa :

Rojulun ashiilun ; Pemuda yg memiliki asal-usul/ silsilah, dan memiliki akal yang sabit. Bisa dilkatakan secara bahasa  “al-Ashiil” adalah “segala sesuatu yang memiliki asal usul yang pasti.

  1. Al-Ashil dalam istilah para mufassirin :
  • Tafsir yang memiliki asal-usul/ dalil-dalil dari agama.
  • Tafsir yang ruh, dan nafasnya bersandarkan Alqur’an, dan sunnah rosul, dan perkataan para sahabat, dan juga para tabi’in.
  1. Al-ashiil menurut ilmu tafsir :

Yaitu, segala penafsiran Al-qur’an  yang menyandar kepada penukilan dari ayat-ayat al-qur’an itu sendiri,dan sunnah rosul, dan perkataan para Sahabat, dan para tabi’in, ataupun dari ijtihad Para ulama (tafsir birro’yi).

B. Sumber-sumber ashiil :

1. Dalil naqli.

  • Alquranul karim.

Misal :

{ فتلقى ءادم من ربه كلمات فتاب عليه, إنه هو التوّاب الرحيم } “kalimatun” ditafsirkan dalam ayat yang lain :  { قالا ربّنا ظلمنا أنفسنا و إن لم تغفر لنا و ترحمنا لنكوننّ من الخاسرين }

 

 

  • Assunnah annabawiyah.

Misal:  الذين ءامنو ولم يلبسوا  إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن و هم مهتدون Sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadistnya setelah para Sahabat bertanya : { إنّه ليس بذاكو ألا تسمع إلى قول لقمان لإبنه إنّ الشرك لظلم عظيم }

  • Perkataan para Sahabat.

yang pertama: marfu’ kepada rosul SAW.

Yang kedua: Tidak marfu’ kepada rosul, dengan 4 kondisi :

1. Sesuai ijma’ para Sahabat, dalam hal ini ulama sepakat menjadikanya sebagai landasan dalam tafsir.

2. Ikhtilaf para Sahabat, dengan masih meninggalkan fikroh tanpa adanya petunjuk kepada kebenaran pada ikhtilaf tersebut, dalam hal ini ulama tidak mengambilnya sebagai landasan dalam penafsiran dikarenakan tidak memungkinkannya menggabungkan keduanya dan tidak ada tarjih diantara masing-masing pendapat.

3.  Seperti yang kedua, akan tetapi adanya tarjih di dalamnya.

4. Tidak diketahuinya apakah itu termasuk ijma’ sahabat atau masih dalam ikhtilaf, akan tetapi hanya ada beberapa atsar saja tanpa ada yang menyelisihi atsar tersebut, dalam kondisi 3 & 4 ini dimungkinkan untuk mengambil salahsatu diantaranya yang rajih dengan syarat tidak bertentangan denga yang lainya.

  • Perkataan para tabi’in.

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini, Hanya saja apabila derajatnya  marfu’ kepada nabi SAW maka wajib hukumnya untuk mengambilnya dan sebaliknya, dikarenakan banyak dari tabiin yang mengambil sanadnya dari para sahabat.

 

2. Ro’yun dan Ijtihad para Ulama.

Tafsir bil ro’yi termasuk sumber/masdar  dari Ashiil, hal ini hanya bisa dilakukan ketika tidak didapatkan dalam masdar-masdar diatas, itupun setelah  memenuhi syarat-syarat sebagai mujtahid dan tidak berdasarkan hawa nafsu.

 

 

Bab kedua: addakhil

  1. A.                 Definisi

 

  1. 1.                  Secara bahasa

Secara bahasa, kata ad-dakhil dalam bahasa arab memiliki banyak arti, Fairuzzabaadi dalam kamusnya Al-Muhit mengartikan kata dakhil sebagai sesuatu yang masuk ke dalam tubuh manusia ataupun akalnya berupa penyakit atau sesuatu yang jelek. Menurut Zamakhsyari Dakhil merupakan suatu penyakit atau aib yg masuk ke alam tubuh atau ke dalam makanan sehingga merusaknya, sedangkan masyarakat Arab memaknainya sebagai suatu kata atau bahasa asing yang masuk dan bercampur ke dalam bahasa Arab. Dapat disimpulkan, arti dakhil secara bahasa adalah; makar, rekayasa, aib dan kerusakan.

 

  1. 2.                  Secara istilah

 

Sedang makna dakhil secara istilah menurut ulama tafsir, sebagaimana yang di defenisikan oleh Dr. Ibrahim Khalifah adalah; penafsiran Al-Quran yang tidak memiliki sumber jelas dalam Islam, baik itu tafsir menggunakan riwayat-riwayat hadits lemah dan palsu, ataupun menafsirkannya dengan teori-teori sesat sang penafsir (karena sebab lalai ataupun disengaja). Sedang, Dr. Abdul Wahhab memaknai dakhil dengan; menafsirkan Al-Qur’an dengan metode dan cara yang diambil bukan dari Islam.

 

  1. B.                 Sebab-sebab addakhil dalam tafsir

 

Ketika Rasulullah saw. hidup, para sahabat menanyakan langsung kepada beliau apa-apa yang tidak mereka pahami berkenaan dengan urusan agama dan makna Al-Quran. Sebab itulah, saat beliau berada di penghujung hayatnya, Allah swt. menetapkan bahwa syariat yang dibawanya telah sempurna. Maka setelah Rasulullah saw. wafat tidak ada lagi penambahan ataupun pengurangan dalam masalah Syari’at. Tidak ada seorangpun diantara sahabat yang berdalil tentang keesaan Allah SWT dan kerasulan Muhammad SAW kecuali dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka tidak mengetahui sedikitpun tentang perdebatan ilmu kalam dan masalah filsafat. Oleh karenanya semua permaslahan yang mereka hadapi, mereka dikembalikan kepada Rasulullah SAW. Ketika para sahabat mendapatkan beberapa ayat yang sulit dipahami maknanya, mereka bertanya langsung kepada Nabi saw. tentang ayat-ayat itu. Oleh karena itulah semua penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Al-Qur`an adalah sahih dan benar. Kemudian berlanjut ke masa Tabi’in. Di masa ini mulai terdapat kelemahan dalam tafsir. Mereka kurang berpegang kepada Manhaj para sahabat dalam menyaring berita yang datang dari Ahlul Kitab dan tidak juga menelitinya dengan mendalam. Ada beberapa Tabi’in yang memasukan dongeng-dongeng dan cerita-cerita Isrâ`iliyât yang aneh dan asing. At-Thobari di dalam kitab tafsirnya banyak mencantumkan dongeng-dongeng Isrâ`iliyât itu. Diantaranya adalah Isrâ`iliyât yang nisbahkan kepada Mujahid, Ikrimah, Said bin Jubair dan lain-lain.
Cerita-cerita Isrâ`iliyât bertambah lebih banyak lagi pada masa setelah Tabi’in. Orang yang paling dikenal banyak memasukan cerita isroiliyyat antara lain adalah Muhammad bin Saib Al-Kalbi, Maqotil Bin Sulaiman, dan Muhammad Bin Marwan As-Sadi Ash-Shogir.

 

 

 

 

Diantara sebab-sebab addakhil dalam tafsir adalah sebagai berikut:

 

  1. Kaum Zanadiq dan kebenciannya terhadap islam.
  2. Para dai-dai politik yang membuat hadits palsu demi kepentingan politik.
  3. Para pendongeng yang dengan hawa nafsunya mereka mereka-reka cerita palsu.
  4. Mereka yang bodoh tentang agama meskipun dengan maksud yang baik akan tetapi keliru dalam sisi manhaj atau metodenya.
  5. Mereka yang dibawah ketiak pemimpin dengan membuat dalil atau hadits-hadits palasu yang membenarkan segala tindak tanduk pemimpinnya tanpa mengindahkan syariat Allah.
  6. Mereka yang mengambil addakhil sebagai profesi mereka dan mengambil upah darinya, dengan membuat hadits-hadits palsu.
  7. Banyaknya firqoh-firqoh ahlul bid’ah yang mana mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai acuan dalam hidupnya.

 

 

 

  1. C.                 Yang masyhur dalam periwayatan addakhil

Ka’ab bin Al-Ahbar

Namanya Ka’ab bin Mati’ Al-Himyari. Nama kunyahnya Abu Ishaq. Dulu dia adalah pendeta yahudi. Karena itulah dia dijuluki dengan al-ahbar, masuk islam ketika khalifah Umar bin Al-Khaththab radiyallahu anhu memerintah, Dia adalah  tabiin yang mempunyai banyak ilmu tentang Taurat.

Para ulama banyak yang memujinya bahkan tidak meragukan ke ‘adalah an Ka’ab, sebab banyak dari kalangan sahabat yang mengambil sanad darinya seperti sahabat Abi Hurairah dan Ibn Abbas radiyallahuanhuma, namun ada juga sebagian ulama yang meragukan ke ‘adalah an Ka’ab, seperti ustadz Ahmad Amin dalam kitabnya fajrul islam: “dan banyak dari ahli hadits yang tsiqoh tidak meriwayatkan dari Ka’ab diantaranya Ibn Qutaibah dan An-Nawawi adapun ibn Jarir hanyalah sedikit yang diriwayatkan dari Ka’ab”.

Duktur Husain Muhammad Ibrahim mengomentari pendapat ustadz Ahmad Amin bahwa tidak meriwayatkannya Ibn Qutaibah dan annawawi tidak bisa dijadikan hujjah untuk ketidak adalahan Ka’ab, dikarenakan telah disebutkan bahwa para sahabat seperti Abu hurairah telah meriwayatkan dari Ka’ab. Semoga pendapat adzhabi lebih tepat dalam menanggapi masalah ini, benar bahwa ka’ab adalah sumber dari banyaknya riwayat isroiliyat, akan tetapi pada waktu itu Kaab tidak memplokamirkan bahwa ini adalah tafsiran dari al-Qur’an surat ini dan ayat ini, akan tetapi murni dari kisah-kisah yang ada di taurat sebagaimana dijuluki sebagai al-ahbar. Lalu generasi setelahnyalah yang mencampuradukkan isroiliyat ini. Wallahu a’lam.

Wahab bin Munabbah

Wahab bin Munabbah bin kamil alyamani assonani addzimmari, meriwayatkan hadits dari sahabat Abi hurairah dan Abi Said alkhudri dan Ibn Abbas.

Penulis tidak akan berpanjang lebar disini karena sama halnya dengan Kaab alahbar, tabiin wahab bin munabbah adalah perawi yang tsiqoh melainkan generasi setelahnya yang menisbatkan namanya dalam addakhil, dan beberapa tokoh yang terkenal dalam dakhil lainnya adalah: Muhammad bin as-saib al-kalabi yang terkenal dengan periwayatan hadits palsunya dan isroiliyat dan dia merupakan pengikut dari Abdullah bin saba’ seorang yahudi.

Maqotil bin Sulaiman dan tafsirnya yang terkenal dengan banyak isroiliyat didalamnya, hal ini dikarenakan tidak mengkhususkan nash sahih saja melainkan campur aduk antara yang sahih dan yang tidak. Sama halnya Ibn Juraih yang ulama berbeda pendapat dalam ke tsiqohannya. Imam Suyuti berkata dalam al-Itqon:” ibnu Juraih dalam riwayatnya ada yang sahih dan saqim.

Muhammad bin marwan bin as-Sadyi termasuk murid dari Muhammad bin saib al-kalabi imam as-Suyuti mmengatakan :” apabila periwayatan yang dinisbatkan kepada ibn Abbas melalui jalur Muhammad bin marwan adalah termasuk kedalam silsilah kadzb.

 

  1. D.                 Unsur-unsur yang terkandung dalam addakhil

 

Pada intinya addakhil dalam tafsir tidak lepas dari 2 faktor inti:

 

Yang pertama: addakhil manqul

 

Yaitu yang didasarkan oleh nash-nash palsu yang disandarkan kepada rasulullah atau para sahabat dan tabiin. Addakhil manqul meliputi:

  1. hadits-hadits maudlu’.
  2. Hadits-hadits dhaif
  3. Yang dinisbatkan kepada sahabat dan tabiin
  4. Yang dinukil dari ahli kitab dan tidak ada asalnya dari islam

Yang kedua:addakhil yang dilandaskan pemikiran-pemikiran sesat.

dalam hal ini firqoh-firqoh sesat sebagai  penggeraknya. Ini memiliki tiga kesalahan mendasar didalamnya:

  1. Kesalahan dalam pemahaman yang terjadi disebabkan kurangnya syarat-syarat dalam berijtihad meskipun dengan maksud yang baik, dan mereka menjadikan ini sebagai titik utama dalam pemikirannya.
  2. Mereka yang berpegang hanya kepada dahir nash tanpa mengindahkan makna yang tersirat didalamnya.
  3. Mereka yang mengikuti hawa nafsu mereka dalam menafasirkan nash quraniyah, hal ini banyak dialami mereka yang taassub terhadap madzhab tertentu.

 

 

  1. E.                 Contoh addakhil dalam tafsir

 

Kisah Nabi Ayyub as.

 

Salah satu kisah yang banyak ditambahi dogeng-dogeng adalah kisah Nabi Ayyub as. Banyak riwayat yang menceritakan tentang kisah beliau, namun kebanyakan cerita itu tidak layak bagi seorang Nabi.

 

Diantara riwayat yang mengkisahkan beliau adalah sebagai berikut. Qotadah ra. meriwayatkan, dia berkata, “Nabi Ayyub telah kehilangan harta dan keluarganya, dijasadnya terdapat banyak binatang, dia diuji selama 7 tahun lebih, beliau diasingkan di Sinagoge, lalu Allah mengganti seluruh ujian itu dengan pahala yang besar dan juga nikmat yang jauh lebih baik daripada sebelumnnya.

 

Hasan Al-Bashri dan Qotadah berkata : “Nabi Ayyub diuji oleh Allah selama tujuh tahun lebih, beliau diasingkan di sinagogenya bani Isroil, bermacam-macam binatang hidup di badannya, maka Allah mengganti dari seluruh ujian itu pahala yang besar dan memujinya dengan sebaik-baiknya pujian”.

Berkata Wahab bin Munabbah: “Nabi Ayyub mengalami musibah selami tiga tahun tidak kurang tidak lebih”. Berkata As-Sadi: Daging Nabi Ayyub digerogoti, tidak ada yang tersisa kecuali urat dan tulangnya.

 

Ibnu Hatim meriwayatkkan dengan sanadnya dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik bahwa Rosulullah bersabda: Sesungguhnya Nabi Ayyub diuji oleh Allah selama 18 tahun, maka teman-temman jauh dan dekatnya menjauhinya kecuali dua orang saja, mereka adalah teman khususnya. Keduanya memberi makan Nabi Ayyub dan memboyongnya. Maka berkata salah seorang diantara mereka. Apakah kamu tahu? Demi Allah sesungguhnya Ayyub telah berbuat dosa yang belum pernah dilakukan seorangpun di jagat raya ini. Maka sahabatnya itu berkata. Apakah itu? Ia menjawab : selama 18 tahun ia tidak Allah kasihi, maka Allah menyembuhkannya. Maka ketika ia menghadap Nabi Ayyub ia tidak sabar dan menyebutkannya hal itu. Maka Nabi Ayyub berkata : Aku tidak tahu apa yang kamu katakan. Selain Allah mengetahui sesungguhnya aku menyuruh dua orang yang sedang bertengkar. Maka keduanya mengingat Allah. Maka Aku kembali ke rumahku. Maka aku menyembunyikan dari mereka hawatir mereka akan mengingat Allah kecuali pada kebenaran.

 

Ibnu katsir berkata: hadits ini sampai kepada Nabi dengan predikat ghorib sekali. Sekalipun Al-Hafidz ibnu Hajar mengatakan : hadits yang paling sohih mengenai kisah Nabi Ayyub adalah apa yang diriwayatkan oleh ibnu Abi Hatim dan ibnu Jarir. Dan disahkan oleh ibnu Hibban dan Al-Hakim dengan sanad dari Anas bin Malik seperti hadits di atas.

 

Para peneliti berkomentar tentang penyandaran kepada Rosulullah SAW ini. bisa jadi hadist ini adalah buatan para pembuat hadits palsu yang menyusun sanad untuk sebuah matan hadits agar dianggap hadits marfu’ dan sohih. Atau bisa jadi ini adalah isroiliyyat yang diada-adakan oleh bani isroil terhadap Nabi mereka. Dan Imam Ibnu Hajar bisa saja beliau mensohihkan apa yang bertentangan dengan dalil akli dan naqli. Sebagaimana yang dilakukannya pada kisah al-Gorroniik,Harut dan Marut, dan semua yang diriwayatkannya baik itu mauquf atau marfu’ tidak keluar dari apa yang dikatakan oleh wahab bin Munabbah dalah kisah Nabi Ayyub.

 

Ini merupakan dalil yang kuat bahwa kebanyakan apa yang diriwayatkan tentang kisah Nabi Ayyub diambil dari ahli kitab yang masuk islam. Para pembuat cerita menambah cerita Nabi Ayyub ini supaya orang-orang terenyuh hatinya.

 

Sedangkan kisah yang benar tentang Nabi Ayyub adalah bahwa Al-Quran telah menceritakan kisah  ini melalui perantara Nabi-Nya. Allah telah menguji Nabi Ayyub AS pada badannya, hartanya dan keluarganya maka ia bersabar sehingga Allah menjadikan Ia sebuah suritauladan kesabaran.

 

 

Allah memujinya dalam Al-Quran: “dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), Maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati Dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya Dia Amat taat (kepada Tuhan-nya) (Qs As shad : 44).

 

Ujian merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang mu’min, yang wajib dilakukan bagi seorang mu’min adalah berkeyakian seperti apa yang di kisahkan oleh Al-Quran, tidak menambah-nambah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Zanadiqoh dan ahli kitab.Mereka memperlakukan Nabi-Nya secara tidak pantas. Dan tidak tidak perlu merasa aneh dengan prilaku bani isroil terhadap Nabi mereka. Terlebih-lebih mereka telah berkata yang tidak pantas kepada tuhan mereka. Yang mesti kita yakini adalah berkeyakinan bahwa Nabi Ayyub AS diuji tetapi tidak sampai seperti apa yang dikisahkan oleh mereka, bahwa Nabi Ayyub terkena penyakit kusta yang menjadikan kulitnya penuh luka, bahkan dagingnya digerogoti sampai habis, orang-orang menjauhinya karena merasa jiji dan takut tertular.

 

Kemudian bagaimana dengan para pengikutnya yang beriman. Apakah mereka menjauhi Nabi ayyub karena penyakit yang di deritanya? Bagaimana keimanan bisa berbuat seperti itu?. Sebenarnya kisah yang mereka buat itu adalah kisah yang lemah dan tidak bisa pertahankan ketika dikritik dan tidak bisa juga dikuatkan oleh akal sehat. Penyakit yang diderita oleh Nabi Ayyub adalah penyakit yang tidak membuat orang lain menjauh darinya, tidak menular dan tidak pula menjijikan sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa. Buktinya Allah menyuruh Nabi Ayyub untuk memukul tanah dengan kakinya maka terpancarlah air . WAllahu a’lam bish-showwab. Ini adalah satu contoh yang ada diantara banyak kisah-kisah isroiliyat yang ada.

 

Sebagai tholibul ‘ilmi hendaknya kita berusaha memilah-milah antara yang benar atau sekedar isroiliyat yang dibuat agar aqidah seorang muslim tercampur aduk. Dan bisa menjelaskan kepada ummat agar mereka tidak terjerumus dalam kesesatan. “man yahdillahu fahuwal muhtadi, wa man yudhlil faulaaika humul khosirun”.

 

 

Adapun contoh addakhil dalam tafsir pada masa sekarang:
Ahmadiyah dan kenabian Mirza Ghulam Ahmad.

Pada tahun 1880 M. seorang kewarganegaraan India yang bernama Ahmad Badr Khan, atas perintah Iggris yang kala itu menjajah India, mencoba menafsirkan Al-Qur’an dan menolak serta menghilangkan ayat-ayat yang mewajibkan jihad, dengan alasan bahwa berperang melawan pemerintah Inggris adalah bentuk pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Dari sinilah awal mula berdirinya ajaran Ahmadiyah dengan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabinya.

Sepeninggal Ahmad Badr Khan, pemerintah kolonial Inggris kemudian menunjuk Mirza Ghulam Ahmad untuk melanjutkan dan menyebarkan ajaran yang sempat tertunda yang telah siprakarsai oleh Ahmad Badr Khan dan pemerintah Inggris, selanjutnya ia membentuk ajaran baru dalam Islam (lebih tepatnya sebagai agama baru) dengan nama Ahmadiyah yang diambil dari namanya serta nama pendahulunya, dari sinilah kemudian ia memproklamirkan diri sebagai Nabi baru Ahmadiyah sebagai penerus Nabi Muhammad Saw. Demi menguatkan ajarannya, Ghulam Ahmad serta para pengikutnya menukil ayat Al-Qur’an dan menyelewengkannya dengan membuat tafsiran baru, agar klaim kenabian Ghulam Ahmad dapat diterima, mereka berdalil dengan ayat Al-Qur’an:

الله يصطفي من الملائكة رسلا ومن الناس ان الله سميع بصير

Artinya: “Allah memilih utusan-utusan-Nya dari para malaikat dan juga dari manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Hajj: 75).

Dengan menggunakan ayat inilah Ahmadiyah mengklaim kenabian Ghulam Ahmad, mereka mengatakan bahwa kata يصطفي adalah bentuk kata kerja mudhor’i, yang dalam bahasa arab menunjukkan kata kerja yang sedang berlangsung, itu artinya Allah selalu mengutus makhluknya baik itu dari golongan malaikat maupun manusia sebagai Rosul atau Nabi. Mereka beranggapan bahwa kenabian tidak terputus hanya sampai Nabi Muhammad saja , melainkan terus berlanjut dan akan ada Nabi-Nabi selanjutnya sebagai pelengkap dan penerus risalah Islam juga pembaharu Syariat.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

  1. Al-Qur’an karim.
  2. Addakhil fi tafsir quranil karim, Dr. Husain Muhammad Ibrahim.
  3. Tafsir wa mufassirun, Addzahabi.
  4. Addkhil fi tafsir thabari fi isro’, abu firoh Muhammad ahmad Ibrahim.
  5. Addakhil fi tafsir, tarjamatu ahmadiyah, abu firoh Muhammad ahmad Ibrahim.
  6. Addakhil fi tafsir, suwailim sayid ahmad.
  7. http://kifayahplus.blogspot.com/2008/11/dakhil-dan-israiliyat.html
  8. http://kajian-islah.blogspot.com/2009/04/dakhil-dalam-tafsir-al-quran.html
  9. Lisanul arab, Ibn Mandzur

 

           

 

 

Categories: kajian sabi'
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment