Home > kajian sabi' > Tafsir Sufi

Tafsir Sufi

بسم الله الرحمن الرحيم

TAFSIR SUFI

Seri Kajian Tafsir Jilid 2

Disarikan dari buku : At-Tafsir wa Al-Mufassirun

Karangan Dr. Husain Ad Dzahabi

(oleh Asrizal Mustofa)

I. Pendahuluan

Pada kesempatan yang lalu kita telah membahas dua aliran tafsir, yaitu tafsir syi’ah dengan beberapa cabangnya dan tafsir khawarij. Pada pertemuan kali ini kami akan membahas tafsir sufi.

II. Pembahasan

Tafsir Sufi

Tasawuf dibagi menjadi dua:

1.       Tasawuf nadzori: yaitu tasawuf yang hanya berbasis pada teoritis.

2.       Tasawuf ‘amali: yaitu amalan-amalan keseharian yang dilakukan oleh seorang sufi, seperti zuhud, menghindari hal-hal yang mubah, fana dalam ketaatan kepada Allah Swt. dan sebagainya.

Kedua aliran tasawuf ini sangat memberikan dampak dalam penafsiran Al Qur’an. Sehingga tafsir yang dihasilkan oleh golongan ini menjadi dua bagian pula: tafsir sufi nadzori dan tafsir sufi isyari.

I. Tafsir sufi nadzori

Seperti yang kita ketahui, bahwa pada aliran sufi terdapat kelompok yang membangun tasawufnya atas dasar teori dan materi-materi filsafat. Sangat tidak heran jika mereka akan memandang Al Qur’an sesuai dengan kacamata dan teori-teori mereka.

Memang tidak mudah seorang sufi mendapatkan ajaran-ajaran Al Qur’an yang secara gamblang sesuai dengan teori-teori mereka. Sedangkan Al Qur’an diturunkan sebagai hidayah dan pedoman seluruh manusia, tidak semata untuk membenarkan teori-teori mereka. Boleh jadi mayoritas teori-teori mereka adalah diada-adakan dan sangat jauh dari nafas agama dan nalar sehat.

Hanya saja orang-orang sufi sangat ingin sekali teori-teori mereka diterima oleh halayak, sehingga mereka berusaha mencari-cari dalil dari Al Qur’an yang mendukung teori-teori tersebut. Sehingga kita bisa melihat mereka kesusahan dalam memahami Al Qur’an, bahkan mereka menafsirkan Al Qur’an hingga keluar dari makna Al Qur’an yang benar sesuai agama dan bahasa.

Ibnu Arabi, guru besar aliran ini

Bisa kita katakn bahwa Muhyiddin Ibnu Arabi adalah guru besar aliran ini. Meskipun ia juga memiliki beberapa tafsiran Al Qur’an secara isyari.

Ibnu Arabi dan teori-teori filsafat

Jika kita menelaah karangan-karangan Ibnu Arabi; seperti tafsir yang dinisbatkan kepadanya, Al Futuhat al Makkiyah, dan Al Fusus, kita bisa melihat ia banyak menakwilkan ayat-ayat Al Qur’an atas dasar teori-teori sufi-filsafat.

Sebagai contoh dalam menafsirkan ayat 57 surat Maryam mengenai kedudukan nabi Idris as.: (ورفعناه مكانا عليا), ia menafsirkan seperti apa yang dikatakan oleh falasifah mengenai alam aflak.

Ibnu arabi dan paham wihdatul wujud

Ketika kita menelaah tafsir karangan Ibnu Arabi, kita bisa melihat bahwa ia sangat terpengaruh paham wihdatul wujud. Yang mana hal itu menjadi unsur utama bagi seorang sufi dalam membangun pemahamannya. Tidak sedikit Ia menafsirkan ayat yang sesuai dengan paham tersebut. Meski penafsiran tersebut terkadang sangat melenceng dari maksud asli yang dikandung oleh ayat tersebut.

Misalnya ketika ia menafsirkan ayat pertama  surat An Nisa’ (….ياأيها الناس اتقوا ربكم) ia berkata: “jadikan hal-hal ddzahirmu sebagai pelindung tuhanmu, dan jadikan batinmu (yaitu tuhamu) sebagai pelindung dirimu..”.

Tafsir sufi nadzori dalam timbangan syar’i

Dari keterangan-keterangan diatas bisa kita simpulkan bahwa tafsir Al Qur’an pada aliran ini kebanyakan melenceng dari tujuan awal Al Qur’an. Al Qur’an bermaksud A, tetapi mereka berkata B, yang mana sangat bertolak belakang dengan yang dimaksud oleh Al Qur’an.

Ibnu Arabi sangat condong dengan paham wihdatul wujud. Seperti halnya Abu Yazid Al Bustomi dan Al hallaj.

Wihdatul wujud menurut pandangan mereka adalah:

أنه ليس هناك إلا وجود واحد كل العالم مظاهر ومجال له, فالله سبحانه هو الموجود الحق, وكل ما عداه ظواهر و أوهام, و لا توصف بالوجود إلا بضرب من التوسع والمجاز

Al Hallaj mengatakan: “aku adalah Allah”. dan lainya juga mengatakan hal yang serupa. Paham ini menyebar dikalangan sufi melalui perantara falasifah dan Ismailiyah Batiniyah.

Mazhab ini membuat rancu agama, menghilangkan arti agama dari makna sesungguhnya. Apakah layak paham seperti ini dijadikan pondasi dalam menafsirkan Al Qur’an?!

Sangat tidak layak untuk kita terima penafsiran-penafsiran Al Qur’an semacam ini, siapapun yang mengatakannya. Dan juga tidak layak kita terima penafsiran yang dibangun atas dasar teori-teori falasifah.

II. Tafsir sufi isyari

Hakikat tafsir ini adalah: menakwilkan Al Qur’an dengan menyelisihi perkara-perkara yang kasat mata, dengan menggunakan isyarat-isyarat rahasia, yang hanya nampak oleh arbab as suluk. Mungkin juga tafsir ini dipadukan dengan tafsiran secara dzahir.

Perbedaan

Ada dua sisi perbedaan:

1.       Tafsir sufi nadzori dibangun atas dasar teori-teori ilmiah. Teori-teori ini terlebih dahulu terbesit dipikiran seorang sufi, kemudian baru diterapkan pada ayat-ayat Al Qur’an.

Sedangkan tafsir isyari tidak berbasis pada muqadimah-mukadimah ilmiyah. Akan tetapi didapatkan dari hasil riyadhoh seorang sufi, hingga mencapai derajat tertentu. Sehingga bisa mengungkap makna-makna yang tersembnyi.

2.       Seorang penafsir sufi nadzori beranggapan bahwa semua yang dikandung ayat adalah makna sebenarnya. Dan tidak ada makna lain dibalik itu semua.

Sedangkan dalam tafsir isyari dianggap ada makna-makna tersembunyi dibalik penafsiran secara dzahir tersebut.

Adakah tafir isyari dalam islam?

Terbesit pertanyaan: adakah asal usul tafsir isyari dalam islam? Ataukah tafsir ini muncul bersamaan dengan munculnya tasawuf dalam islam?

Sebenarya tafsir isyari ini bukanlah suatu hal yang baru dalam islam. Akan tetapi sudah ada pada zaman turunnya wahyu.

Isyarat Al Qur’an mengenai hal ini:

(أفلا يتدبرون القرآن)

(فمال هؤلاء القوم لا يكادون يفقهون حديثا)

Adapun isyarat dari hadis adalah:

(لكل آيه ظهر وباطن…)

Para ulama berbeda pendapat mengenai makna hadis tersebut

1.       Dzahir-nya adalah lafal ayat, sedangkan batin-nya adalah takwilnya.

2.       Abu Ubaidah: cerita-cerita umat terdahulu, dzahir-nya menceritakan kehancuran mereka, sedangkan batin-nya adalah pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita tersebut.

3.       Ibnu Naqib : dzahir-nya adalah makna-makna yang kasat matavoleh para ulama. Sedangkan batinnya adalah rahasia-rahasia yang terkandung yang hanya bisa diketahui oleh siapa saja yang diberi kemampuan ole Allah Swt.

Tafsir isyari dalam timbangan syariat

Seperti yang kita katakan, bahwa Al Qur’an memiliki makna dzahir dan batin. Adapun dzahir Al Qur’an adalah lafal Al Qur’an yang turun dengan bahasa arab. Sedangkan batin-nya adalah maksud Allah yang terkandung di balik lafal-lafal dan susunan-susunan kalimat tersebut.

Setiap makna yang diambil dari Al Qur’an namun tidak sesuai dengan apa yang berlaku dalam tata bahasa arab, maka hal itu tidak bisa dikatakan sebagai tafsir yang benar.

Menenai keabsahan makna batin, para ulama mensyaratkan dua hal:

1.       Benar secara kaidah bahasa arab

2.       Adanya penguat dari nash yang lain, dan tidak saling bertentangan.

Perkataan ulama mengenai tafsir isyari

Jika kita melihat perkataan- perkataan para ulama mengenai tafsir ini, hampir semua perkataan mereka berdasar atas husnudzon. Seperti Ibnu Salah, Sa’duddin At Taftazani, Ibnu Atho As Sakandari, dll.

Syarat diterimanya tafsir isyari

1.       Tidak menafikan makna dzahir

2.       Ada dalil penguat menurut syar’i

3.       Tidak bertentangan dengan syariat maupun akal sehat

4.       Tidak berpendapat bahwa tafsir isyari adalah satu-satunya makna yang dikandung oleh ayat, sehingga menafikan makna dzahir.

Karangan tafsir isyari

1.       Tafsir Al Qur’anul ‘Azim – At  Tastury

2.       Haqaiq At Tafsir – As Sulamy

3.       ‘Araisul Bayan fi Haqaiq Al Qur’an – Abu Muhammad As Syairazy, dll.

 

III. Penutup

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai tafsir sufi, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena kami hanya menukil dari satu referensi dalam makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

Pada kesempatan berikutnya insyaallah kami akan membahas tafsir falasifah, fuqaha, dan aliran-aliran tafsir modern. Wallahua’lam.

Categories: kajian sabi'
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment