Home > kajian sabi' > KEDUDUKAN SUNNAH DALAM MENENTUKAN HUKUM DALAM ISLAM

KEDUDUKAN SUNNAH DALAM MENENTUKAN HUKUM DALAM ISLAM

KEDUDUKAN SUNNAH DALAM MENENTUKAN HUKUM DALAM ISLAM

oleh: Ust. Muhammad Iqbal

               Sunnah adalah masdar ke-II dalam penetapan hokum islam setelah Al-qur’an Al-karim,dan telah disepakati bahwa sunnah adalah hujjah bagi orang-orang muslim serta ayat-ayat Al-qur’an Al-karim.

               Dan peran Rasulullah yg paling utama adalah menyampaikan wahyu dari Allah sesuai yg diterangkan dalam Al-qur’an, Kemudian kepentingan yg lain adalah, menjelaskan kepada umat hokum-hukum secara menyeluruh, Qs”annahl:44”

               Allah SWT telah menjadikan hati orang-orang mukmin tenang dalam mejadikan Rasulullah seorang yg menjalankan syari’at karena sesungguhnya Rasulullah adalah orang yang tidak menyeru kecuali menyeru kepada kebaikan dan tidak melarang kecuali melarang kepada keburukan,serta sesungguhnya beliau menghalalkan apa yang baik dan mengharamkan apa yang buruk, Qs”Al-a’roff:157”

HUBUNGAN SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN ALKARIM

               Sesungguhnya sunnah itu sangat berhubungan dengan Al-qur’an,maka sunnah itu telah menjadi penyambung atau pelengkap secaa keseluruhan, sebagaimana penjelasan tentang shalat, ”صلوا كما رأيتموني أصلي” sebagaimana dijelaskan tentang waktu,jumlah dan tata cara,dan sebagaimana menerangkan tata cara haji,”خذوا عني مناسككم”.

               Serta berperan menghususkan umumnya,dan dari hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-qur’an secara umum dalam hukum warisan, Qs”Annisaa’:11”, sunnah telah menghususkannya dengan menjelaskan bahwa seorang pembunuh tidak dapat warisan,dan seorang mukmin tidak mewarisi orang kafir dan sebaliknya.

               Serta berperan sebagai penjelas terhadap suatu masalah,seperti menjelaskan tentang pohon yg dimaksud dalam surat Ibrahim:24,sesungguhnya yang dimaksud pohon dalam ayat itu adalah pohon kurma, dan penjelasan terhadap تثبت dalam surat, Ibrahim:27, sesungguhnya maksud dari ayat tersebut adalah swaktu didalam kubur pada saat orang-orang mu’min ditanya.

               Juga berperan sebagai penjelas apa-apa yg masih samar,ketika para sahabat belum faham tentang الظلم dalam surat Al-an’aam:82,maka rasulullah menjelaskan tentang dholim tersebut kepada para sahabat ya’ni SYIRIK dengan dalil إن الشرك لظلم عظيم.

               Banyak pula hukum yang datang dari nabi,dan belum diterangkan hukum tersebut dalam Al-qur’an secara menyeluruh, terperinci, samar, umum,khusus atau mutlaq,seperti diharamkannya binatang yang berkuku, binatang bercakar dari golongan burung,pengharaman menikahi perempuan beserta saudara kandung atau sepupunya, serta dihalalkannya binatang kadal atau biawak dan kelinci, akan tetapi, apakah hukum ini baru atau sudah ada nashnya dalam Al-qur’an?.

Seperti yg telah d sebutkan dari judul buku tersebut,bahwasannya buku ini membahas tentang manhajul muhadditsin dari qarn awwal hingga masa kita sekarang,disini saya akan membahas manhaj para muhadditsin pada masa ke-2 hijriah yg dimulai pada tahun 217H-260H,dimana ada jeda antara tahun pertama dan tahun ke-2 -+ 2tahun lamanya,yg dimana pada masa pertama dimulai pada tahun 37H-215H,kemudian akan berlanjut pada tahun 261H-467H untuk masa ke-3 hingga jatuhnya hilafah abaasiyah.

Dalam pembahasan di Bab II ini akan diterangkan dalam 7 fashal.

FASHAL  I

  • PERKEMBANGAN TERAKHIR PADA MASA INI

Pada masa taabi’in dan taabiuttaabi’in keadaannya telah berubah dari masa para sahabat,dan telah memajukan atau mengembangkan beberapa hal,dan telah Nampak beberapa percampuran manhaj-manhaj yang lama serta yang baru,perbandingan serta dhowaabit yg smua itu akan membantu para muhaqqiqun,dalam meneliti hadits dengan menunjukkan beberapa illat (kekurangan) yg di nisbahkan kepada nabi secara dusta,dan itulah tujuan untuk menjaga sunnah dari kepalsuan,dan menjaga dari kesalahan dan pemalsuan.

RINGKASAN MENGENAI PERKEMBANGAN TERAKHIR

  1. Wafatnya para sahabat radhiyallahuanhum serta para taa’biin rahimahumullah,yang dimana mereka telah menjaga sunah rasulullah SAW.
  2.       Berkurangnya sanad serta mustahilnya untuk bertemu antara perawi hadits yang sanadnya tersambung hingga Nabi Muhammad SAW.
  3.       Munculnya para madzaahib fiqhiyah,dan oleh karena itu munculnya ikhtilaf diantara para imam dan mencoba untuk mencatat yang ada pada mereka tentang hadits, dan diskusi tentang perbedaan mereka,dan melahirkan dari semua peristiwa itu pergerakan yg besar dalam pencatatan sunnah serta berpartisipasinya para hanafi,syafi’iy dan sahabat maaliki raadhiyallahuanhum.
  4.       Banyaknya hadits yang palsu,dan banyaknya kesalahan didalam hadits dari kemampuan para rawi yg lemah imannya dan para ahlul bid’ah.
  5.       Belum di bukukukan atau dikumpulkannya sunnah secara menyeluruh pada masa yang pertama,karena takut akan bercampurnya antara sunnah dengan qur’an,dan pada masa taabi’in dan taabi’uttabi’in mereka banyak yg menghafal dan menulis,kemudian lenyaplah rasa takut tersebut demi kebaikan dan kebutuhan yg mendesak dlam pembukuan ini  krna takut akah terhapusnya serta hilangnya sunnah seiring dengan meninggalnya para hufadh.

FASHAL II

  • DIBUKUKANNYA SUNNAH SECARA SEMPURNA DALAM MASA INI (QARNU TSAANI), DAN MANHAJ ULAMA’ DALAM PENYUSUNANNYA.

Dengan sebab-sebab tampaknya perkembangan terakhir dan berbagai alasan, khalifah Umar bin abdul aziz memerintahkan untuk segera membukukan atau mengumpulkan sunnah secara sempurna agar bisa terkumpul menjadi Satu susunan agar bisa bermanfaat bagi orang-orang muslimin, dan pada saat pengumpulan sunnah pada masa sebelumnya yakni masa sahabat dan kibaru tabi’in belum sampai kederajat penyusunan dan pengarangan.

Telah diriwayatkan dari  Addarimiy  dengan sanad dari  Abdullah bin Dinar, Umar bin Abdul Aziz menulis surat pada tahun 101H untuk ahlil madinah agar mereka melihat serta menulis hadits dari Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya aku takut akan dipelajari ilmu tapi akan pergi orang yg telah mempelajarinya, maksud dari surat tersebut adalah perintah Umar bin abdul aziz untuk para ahlul madinah untuk menulis hadits Rasulullah SAW karena beliau takut akan meninggalnya para orang-orang yg telah mempelajarinya tapi tidak ada peninggalanya.

Alhaafidz Ibnu hajar berkata:”ada banyak hal yg bisa diperoleh dari awal dimulainya pembukuan hadits annabawiy, karena mereka(para sahabat) pada masa sebelumnya hanya mengandalkan hafalan, maka Umar bin abdul aziz merasa takut, dan juga para orang-orang terdahulu yg telah meninggal, dengan hilangnya ilmu karena meninggalnya para ahlul ilmi,dapat dilihat dari pembukuan tersebut mampu mengontrol serta menyelematkan sunnah.

Dan ta’at lah para ulama’ dalam perintah ini,dan mereka benar-benar memperhatikan seruan amirul mu’minin, mereka telah mengumpulkan hadits-hadits yang mulia, pada waktu itu Muhammad bin Syihab Azzuhriy (W,124H) adalah yang pertama kali membenarkan keinginan amirul mu’minin serta yg pertama kali menjawab seruan tersebut dan berkata, ”Umar bin Abdul Aziz telah memerintahkan kami untuk mengumpulkan sunah-sunah maka kami telah menulisnya secara berbuku buku,dan kami menyebarkannya keseluruh penjuru dunia disetiap satu raja satu buku”, dan beliau Muhammad bin Syihab Azzuhriy berkata lagi, telah” Umar bin Abdul Aziz telah memerintahkan kami untuk mengumpulkan sunah-sunah,dalam melaksanakan perintah ini kami telah menulis kitab dalam jumlah yang banyak,dan aku telah mengirimkan penggantian suatu hukum yg bertentangan dalam suatu Negara.

Dan telah diriwayatkan dari Anas bin maalik, ”Yang pertama kali mengumpulkan ilmu itu adalah Ibnu Syihab.”

Dan dari Abdul Aziz addaraaradi,”Yang pertama kali mengumpulkan ilmu serta menulisnya adalah Ibnu Syihab”.

Dan ditemukan disetiap kota orang yang memperhatikan pengumpulan hadits serta penyusunannya dalam sunnah.

Di makkah     : susunan sunnah oleh Abdul Maalik bin Abdul Aziz bin juraiykh (W,150H) dan sufyan bin ‘uyainah(W,198H)

Di madinah   : Maalik bin Anas(W,179H), Muhammad bin Ishaq(W,151H) dan Muhammad bin Abdurrahman bin Abiy dzi’b

Di Basrah       : Arrabiy’ bin Shabiykh(W,160H), Sa’id bin Abi ‘aruwbah(W,156H) dan Hamaad bin Salamah(W,168H)

Di Yaman       :Mu’ammar bin raasyid(95-153H)               Di Syam:Abdurrahman alaura’iy(88-157H) Di kuuffah:Shuffyan attsauriy(W,161H)                     di Khurasan:Abdullah bin Mubarak(W,183H)               di Wasith:Hasyim bin Basyir(W,183H)         di Ray:Jarir bin Abdul Hamiyd(W,188H)               di Mesir:Abdullah bin Wahhab(125-179H).

Kemudian banyak kalangan dari masa mereka mengikuti dan mencontoh metode mereka.

Susunan yg paling bagus diantara mereka dari kumpulan-kumpulan hadits assyarif dan fatwa-fatwa shabat dan taabi’in, adalah kitab AlMuwattha’ milik Imam Maalik yang mencakup hadits-hadits nabi, fatwa-fatwa sahabt dan taabi’in dan perbuatan para ahlul madinah, dan Imam Maalik sangat teliti dan memilih-milih mana yang pantas untuk di tulis dalam muwattha’nya dan tidak akan dijumpai didalamnya kecuali itu sahih,dan Imam malik menganjurkan untuk dirinya sendiri didalam almuwattha’ untuk hanya mengeluarkan riwayat-riwayat yang tsiqoh yang dimana haditsnya tidak akan dikeluarkan kecuali dalam keadaan hasan, namun selain Imam Malik, dari apa yang telah mereka susun pada masanya, belum menetapkan pada diri mereka untuk meneliti apa yg mereka susun.

FASHAL III

  • KESUNGGUHAN PARA TABI’IN DIDALAM PENCATATAN SUNNAH,PENJAGAANYA DAN PEMBUKUANYA PADA PERTENGAHAN MASA KE-II HIJRIAH.

Yang terdapat pada masa terakhir sayyidina utsman bin affan RA,penyelewengan perkara serta pergantian generasi,sebagaimana dinisbathkannya kepada islam sedikitnya dari para kaum lelaki yg lemah imannya dan mereka membolehkan untuk diri mereka sendiri berbohong atas rasulullah untuk membantu kebid’ahan mereka serta hawa nafsu mereka.

Dan dari para taabi’in wajib bagi mereka untuk menunjukkan hadits hadits serta penjelasannya,dan mengingatkan tentang hadits tersebut,serta member peringatan dari hadits tersebut.

MUNCULNYA KESUNGGUHAN  MEREKA DAN TAMPAKNYA PERHATIAN,KETELITIAN DAN KEHATI-HATIAN SEBAGAI BERIKUT.

  1. Perhatian mereka kepada pelajaran rijalul hadits dan ruwatul hadits,pengoreksian dan penjelasan didalam hadits dari ilmu jarh wa ta’dil, dan tidak diterima hadits kecuali dalam derajat ma’ruf,tsiqah dengan dalil-dalil,sebagaimana Imam Syafi’I berkata: ”sesungguhnya ibnu sayriyn, Ibrahim annakh’iy, thawus dan yang lainya dari para tabi’in tidak akan sekali-kali menerima hadits kecuali derajatnya tsiqah,diketahui rawinya serta hafidz orangnya, dan aku tidak pernah melihat seseorang dari ahli hadits menyelesihi madzhab ini.
  2. Perhatian kepada sanad serta keadaan rawinya,berkata Ibnu saiyrain: “belum pernah ada pertanyaan kepada sanad, maka jika terdapat fitnah didalamnya mereka berkata: “katakanlah kepada kami para rawi kalian”maka dilihatlah rawi tersebut,setelah mereka tau itu dari ahlussunah diambillah hadits tersebut, jika dari ahlul bid’ah maka tidak diambil hadits tersebut.
  3. Mendengarkan serta hafalan dan penetapan dalam riwayat.
  4.  Mengoreksi matan.

Dari perumpamaannya adalah,sesungguhnya Ibrahim annakh’iy pernah meninggalkan beberapa hadits, dengan alasan bahwa para sahabat meninggalkan hadits tersebut.

Categories: kajian sabi'
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment